SUKAMARA - Simpang siurnya pemberitaan dan argumentasi terkait masalah ahli waris makam leluhur yang diduga digusur oleh pihak Perusahaan PT Sungei Rangit (PT SRS) dimana makam tersebut berada di lokasi lahan milik Koperasi yang bermitra dengan perusahaan.
Melalui Manager Plantation Support PT SRS, R Dimas Setyawan, SH, kembali menegaskan bahwa semua tuntutan ahli waris telah diselesaikan melalui mekanimisme Persidangan Adat Dayak, di rumah Betang Adat Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), hingga mediasi yang difasilitasi oleh Forkompimda Kabupaten Sukamara terkait dengan penyelesaian masalah lahan kelompok tani seluas 106 Ha dan 34.4 Ha.
"Putusan pengadilan adat sangat kami hargai, dan kami sudah melaksanakan putusan tersebut, untuk teknis pembayaran denda adat kepada ahli waris Kuburan dilaksanakan oleh DAD Kabupaten Kobar " ungkap Dimas, Manager Plantation Support PT Sungai Rangit Samporna Tbk.
Dimas, menyampaikan terkait masalah makam perusahaan sudah melaksanakan kewajibannya sebagaimana putusan pengadilan adat dan infonya sebagian besar ahli waris sudah menerima, jika memang ada yang belum menerima bisa menghubungi Dewan Adat Dayak Kabupaten Kobar, untuk mengambil haknya.
Selain itu juga, sedangkan untuk masalah lahan kemitraan 34, 4 Ha dan 106 Ha sudah ada mekanisme penyelesaian melalui mediasi yang difasilitasi oleh Forkompimda Sukamara, sudah ada Berita Acara (BA) kesepakatannya.
"Semua masalah sudah selesai namun di areal 106 Ha masih diduduki oleh oknum dari kelompok koalisi ormas. Hal tersebut tentunya merugikan masyarakat karena lahan tersebut adalah milik masyarakat dan bukan milik perusahaan, " terang Dimas.
Harapannya, kepada semua pihak bisa menghargai putusan yang telah disepakati dan bisa melaksanakannya. Agar jangan sampai masyarakat maupun perusahaan dirugikan dengan adanya opini - opini yang tidak benar serta tidak bertanggung jawab.
" Semua permasalahan sudah diselesaikan oleh para pihak yang bersengketa dengan menggunakan mekanisme yang sudah disepakati bersama baik melalui mekanisme sidang adat maupun musyawarah untuk mufakat yang difasilitasi oleh pemerintah daerah, jika masih ada perbuatan melawan hukum di areal 106 Ha milik kelompok tani maka pihak kepolisian dapat memproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku" tutup Dimas kepada media ini.(INDRA)